Dalam sambutan Pembukaan pelatihan Vokasi Ketua Kamar Dagang dan Industri KADIN Pangandaran Teddy Sonjaya menyampaikan bahwa program Sosial Ekonomi Kota Tanpa Kumuh KOTKU yaitu Bussiness Development Centre (BDC) sangatlah baik untuk masyarakat kecil di mana program ini berorientasi terhadap kelompok swadaya masyarakat, bentuk kerja sama pelatihan pengembangan potensi Usaha ini lah yang perlu di tingkatkan.
Pengembangan ekonomi lokal menjadi prasyarat kunci untuk memperbaiki kondisi ketertinggalan dan ketimpangan penghidupan kelompok Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang umumnya dimanifestasikan oleh rendahnya kemampuan ekonomi dan akses mereka termasuk terhadap permukiman yang layak huni dan berkelanjutan. Secara umum kelompok MBR tersebut dapat bertahan hidup di kawasan permukiman kumuh dengan mengandalkan pada kegiatan usaha skala mikro dan pekerja rendahan/buruh.
Livelihood (penghidupan masyarakat) merupakan pendekatan dalam pemberdayaan ekonomi lokal yang dilakukan Program KOTAKU dalam upaya meningkatkan kesejahteraan dan kualitas penghidupan MBR di kawasan permukiman kumuh.
Grand strategy pemberdayaan ekonomi lokal (economic empowerment) bagi MBR yang dikembangkan Program KOTAKU adalah mengintegrasikan kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat di level komunitas/kelurahan dengan level kabupaten/kota,
Sekarang kita bangun kerjasama sama ahlinya seperti dengan Himpunan Alumni Institut Pertanian Bogor (HA IPB). Pelatihan Vokasional Pengembangan ekonomi lokal khusus Kopi Pangandaran, Pelatihan ini menghadirkan Ai Awang Hayati Alumnus Kehutanan IPB, owner Kopi Geulis, yang telah sukses menduniakan kopi Sumedang ke kancah internasional. dengan Unpad pelatihan pengembangan Makanan dan Minuman, dengan Poltek pelatihan dan Pengembangan komoditas Ikan kering dan Basah. Ujar Teddy
Pelatihan tersebut digelar di Pangandaran,mulai 9-16 Desember 2019. Menurut Apip Gunawan, selaku tenaga ahli manajemen keuangan lifelyhood OCE 5 Jawa Barat, pelatihan ini merupakan bagian dari Program KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh) guna meningkatkan taraf sosial ekonomi masyarakat di Pangandaran.
Menurutnya, kerja sama ini dinilai sangat positif mengingat IPB memiliki kapasitas dan integritas yang mendorong kemajuan sektor pertanian dalam arti luas. Khususnya di Pangandaran,
Kopi menjadi sektor pertanian yang memiliki potensi yang besar. Hal ini ditandai dengan semakin luasnya perkebunan kopi, kemunculan merek-merek kopi lokal, hingga berdirinya kedai-kedai kopi premium.
“Perkebunan tersebut tersebar di Kecamatan Pangandaran, Sidamulih, Langkaplancar dan Cimerak. Dari luas lahan tersebut, tercatat menghasilkan sekitar 200-250 ton biji kopi (green beans) setiap musim panen,” kata dia seperti dikutip dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang Himpunan Alumni IPB Kabupaten Pangandaran, Agus Teguh menyampaikan komitmen kuat alumni IPB untuk turut andil dalam pembangunan di Daerah, khususnya dalam pengembangan pertanian. “Ke depan Himpunan Alumni IPB Kabupaten Pangandaran akan bergerak lebih masif lagi sehingga dapat menjadi mitra pemerintah dalam memajukan pertanian,” ujarnya.
Dalam kesempatan perdana ini DPC HA IPB Pangandaran diamanahkan untuk menyelenggarakan dan mendampingi pengembangan kopi Pangandaran. “Kopi merupakan komoditas pertanian dunia yang menurut kami, Alumni IPB dalam hal ini menjadi mitra yang tepat untuk mengembangkan kopi Pangandaran. Dan tentunya tidak hanya kopi, ke depan kami siap dengan pembangunan pertanian dalam arti luas,” ujar Agus Teguh.
Bupati Pangandaran, Jeje Wiradinata dalam sambutannya memberikan respons yang sangat positif. Ia menyambut baik penyelenggaraan program pelatihan vokasional yang diselenggarakan oleh BDC bersama HA IPB Pangandaran. Menurutnya, sudah saatnya, Pangandaran sebagai kabupaten dengan visi destinasi wisata dunia ditunjang oleh sektor pertanian yang memadai, khususnya kopi, komoditas lokal yang memiliki daya tarik mendunia.
“Terima kasih BDC dan HA IPB Pangandaran. Sebuah program pelatihan vokasional yang membanggakan. Semoga program ini sukses dan berlanjut ke pendampingan, sehingga peserta bisa berhasil dan lebih berdaya,“ pungkas bupati Pangandaran.
Pada akhir pelatihan, salah satu peserta mengaku sangat puas dengan pelatihan vokasional yang diselenggarakan oleh BDC dan HA IPB Pangandaran. Menurutnya, pelatihan ini sangat berbeda dengan pelatihan lainya yang sifatnya hanya seremonial saja.
“Pelatihan ini sangat berbeda dengan pelatihan lainya, pelatihan ini nyata tidak seperti pelatihan lainya yang bersifat seremonial dan asal-asalan. Pelatihan in hebat. Terima kasih BDC dan HA IPB Pangandaran,” ungkap Eli Heryana, salah satu peserta Pelatihan Vokasional Kopi Pangandaran.
Sumber Republika
Penjelasan program Pengembangan Usaha kecil
Pertama, pengembangan kapasitas dan akses ekonomi masyarakat berpenghasilan rendah melalui strategi pengembangan kelembagaan dan kegiatan usaha Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) di level komunitas/kelurahan melalui kegiatan Peningkatan Penghidupan Masyarakat berbasis Komunitas (PPMK), serta pengembangan akses pasar, produk dan kapasitas SDM bagi KSM pada level kabupaten/kota melalui kegiatan Pusat Pengembangan Usaha (Business Development Center/BDC).
Kedua, dalam mendukung pengembangan kapasitas dan akses ekonomi masyarakat berpenghasilan rendah tersebut, maka dirumuskan strategi perluasan akses pembiayaan bagi masyarakat miskin/berpenghasilan rendah melalui kegiatan pengembangan layanan Keuangan Mikro UPK-BKM di level komunitas/kelurahan melalui pendekatan konvensional/syariah dan pengembangan kemudahan akses transaksi dan layanan melalui Digital Financial Services (DFS), serta pengembangan layanan keuangan mikro di level kabupaten/kota melalui Federasi UPK.
II. Pengembangan Kapasitas dan Akses Ekonomi Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Pertama, Peningkatan Penghidupan Masyarakat berbasis Komunitas (PPMK)
Pembelajaran (lesson learned) dari kegiatan ekonomi pada Program ICDD bahwa pendekatan dalam mengembangkan penghidupan masyarakat tidak bisa hanya pendekatan akses terhadap financial capital melalui kegiatan pinjaman dana bergulir semata tetapi juga harus secara bersamaan (terintegrasi) dengan penguatan akses terhadap sumber daya lainnya yang disebut livelihood asset, meliputi: sumber daya manusia (human capital), sumber daya sosial (social capital), sumber daya alam (natural capital), sumber daya fisik (physical capital) dan sumberdaya keuangan (financial capital).
Pendekatan livelihood pada ICDD dilakukan melalui kegiatan PPMK. Kegiatan PPMK sudah berjalan di 1.441 kelurahan (596 kelurahan tahun 2012 dan 845 kelurahan tahun 2014) yang tersebar di 14 provinsi. Kegiatan PPMK ini cukup efektif memberikan dampak terhadap:
Penguatan kelompok dalam menumbuhkan nilai-nilai sosial dan kearifan lokal (social capital) melalui kegiatan pertemuan rutin dan menabung, serta akses terhadap pinjaman dan bergulir UPK-BKM (financial capital) melalui kegiatan pinjaman dan angsuran rutin;
Penguatan usaha KSM melalui peningkatan kapasitas SDM (human capital) melalui pelatihan vocational, sumber daya alam (natural capital) melalui kegiatan pengembangan produksi berbasis sumber daya alam, dan sumber daya fisik (physical capital) melalui kegiatan fisik/infrastruktur yang mendukung ekonomi masyarakatseperti pembangunan akses jalan lingkungan ke tempat-tempat produksi masyarakat, pertanian dan lain sebagainya.PPMK akan terus dikembangkan dalam Program KOTAKU sebagai pendekatan dan tools untuk meningkatkan penghidupan dan kesejahteraan masyarakat berpenghasilan rendah yang tergabung dalam KSM di seluruh lokasi kelurahan/desa program, baik lokasi peningkatan kualitas (kumuh) maupun lokasi pencegahan.
Kedua, Business Development Center (BDC)
Keberlanjutan pengembangan ekonomi masyarakat berpenghasilan rendah yang tergabung dalam KSM melalui kegiatan PPMK di level kelurahan secara bertahap memiliki potensi dan kebutuhan untuk dikembangkan lebih lanjut pada skala wilayah yang lebih luas (minimal kota). Kebutuhan pengembangan tersebut akan efektif bila didukung dan sinergi dengan kebijakan dan program Pemerintah Daerah (Pemda) dalam mengembangkan ekonomi daerah.
Pelaksanaan Pilot BDC di 15 Kabupaten/Kota pada Program ICDD memberikan pembelajaran bahwa melalui BDC, Pemda dan kelompok peduli (stakeholders) dapat berperan aktif dalam mendukung pengembangan usaha KSM melalui program-program SKPD terkait, pengembangan akses pasar, teknologi dan lain sebagainya. Lebih dari 200 KSM di 15 Kabupaten/Kota lokasi BDC sudah mendapatkan layanan BDC diantaranya berupa promosi dan pemasaran produk, pengembangan kemasan produk, pengembangan desain dan diversifikasi produk, fasilitasi akses perizinan usaha, fasilitasi kemudahan mendapatkan bahan baku dan lain sebagainya.
BDC akan terus dikembangkan sedikitnya di 15 Kab/Kota baru dalam Program KOTAKU sebagai simpul kolaborasi dan kemitraan dalam pengembangan ekonomi lokal di level kota untuk mendukung pengembangan potensi usaha dan akses masyarakat berpenghasilan rendah yang tergabung dalam KSM sebagai keberlanjutan dari kegiatan PPMK di level kelurahan.
Ketiga, Pengembangan Kapasitas Masyarakat dalam PPMK
Pengembangan kapasitas masyarakat dalam PPMK dilakukan melalui pendampingan dan pelatihan. Pengembangan kapasitas ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat khususnya KSM agar memiliki kesadaran, motivasi dan pemahaman yang baik dalam manfaat berkelompok, menemukenali potensi dan sumberdaya penghidupannya (livelihood asset), meningkatkan enterpreuneurship (motivasi usaha), manajemen usaha, keterampilan produksi dan akses/kemitraan yang dapat mendukung kemandiriannya.
Kurikulum pelatihan yang dikembangkan dalam PPMK terdiri atas tiga tahap yaitu: 1) Pelatihan Orientasi dan Perencanaan Usaha; 2) Pelatihan Penguatan dan Pengembangan; dan 3) Pelatihan Vocational.Materi dari masing-masing pelatihan adalah sebagai berikut:
(a) Pelatihan Orientasi dan Perencanaan
Dalam Pelatihan ini diberikan materi antara lain:
Pemahaman tentang konsep dasar, kententuan umum dan tahapan pelaksanaan PPMK;
Pemetaan usaha produktif di kelurahan dan usaha mikro KSM peserta PPMK;
Pemahaman tentang manajemen organisasi dan keuangan.Khusus bagi KSM diberikan juga materi tentang:
Kelembagaan KSM yang sehat yaitu adanya aturan kelompok, pertemuan rutin, Pengelolaan Ekonomi Rumah Tangga (PERT), tabungan, pinjaman, angsuran dan tanggung renteng;
Perencanaan usaha; dan
Pembukuan KSM.(b) Pelatihan Penguatan dan Pengembangan
Dalam pelatihan ini diberikan materi untuk penguatan pemahaman tentang PPMK serta materi lanjutan yaitu:
Review kelembagaan KSM dan UP terkait fungsi pelayanan terhadap KSM;
Identifikasi kebutuhan KSM untuk dapat berkembang dan potensi mitra;
Merumuskan perencanaan dan strategi kemitraan;
Review perkembangan usaha KSM, manajemen organisasi dan keuangan.Khusus bagi KSM diberikan juga materi tentang:
Review perkembangan kelembagaan KSM;
Pengelolaan usaha, pengembangan produk dan strategi pemasaran;
Reveiw penerapan pembukuan usaha;
Strategi kemitraan usaha bagi KSM.(c) Pelatihan Vocational
Pelatihan ini diberikan khusus buat KSM sesuai dengan kebutuhan dalam meningkatkan keterampilan usahanya. Contoh jenis pelatihan vocational diantaranya: pelatihan meningkatkan keterampilan teknik produksi makanan olahan (seperti keripik aneka rasa, abon ikan, kue basah dan lain-lain), kerajinan (seperti daur ulang sampah, kerajinan berbahan baku bambu, kayu dan lain-ain), tenun, bordir, sepatu/sendal kulit dan lain sebagainya.
Ketiga, Perluasan Akses Pembiayaan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah
(a) Kegiatan Layanan Keuangan Mikro UPK-BKM
Kegiatan pinjaman dana bergulir (PDB) dengan pendekatan Reguler yang sudah dilaksanakan sejak ICDD I tahun 2009 dan pendekatan PPMK dilaksanakan mulai ICDD II tahun 2012 sudah memberikan dampak positif dalam kemudahan akses layanan pembiayaan bagi masyarakat miskin. Sampai saat ini penerima manfaat PDB dari masyarakat miskin yang tergabung dalam KSM mencapai 110.505 KSM aktif yang tersebar di 14 Provinsi (Data SIM KM status Nov 2016).
Pembelajaran dari kegiatan PDB dengan pendekatan Reguler dan PPMK diantaranya adalah, bahwa skim pinjaman akan lebih tepat dan sesuai kebutuhan masyarakat bila ada pilihan-pilihan bagi masyarakat sesuai dengan karakteristik pendapatan usahanya yang bervariasi, ada yang harian/mingguan, bulanan dan musiman. Maka skim yang terkait frekwensi pengembalian pinjaman dapat dikembangkan dengan pilihan mingguan, bulanan atau musiman.
Setelah mengembangkan skema dari reguler ke PPMK dengan pola konvensional, selanjutnya ICDD III juga memberikan kesempatan pembelajaran juga kepada masyarakat melalui kegiatan pinjaman dana bergulir dengan sistem syariah. Sistem syariah merupakan salah satu alternatif layanan pinjaman dana bergulir oleh UPK-BKM kepada masyarakat. Pengenalan dan penerapan sistem syariah ini diawali dengan pilot project di 15 kelurahan yang ada di 3 Kabupaten/Kota, yaitu Kota Bogor Jawa Barat, Kota Tengerang Selatan Banten, dan Kota Pariaman Sumatera Barat pada tahun 2014.
Kegiatan pilot keuangan mikro syariah di 3 Kab/Kota memberikan pembelajaran baik prosedur maupun skim pinjaman yang dapat mendorong tanggung jawab bersama masyarakat lebih baik seperti pelatihan wajib kelompok sebelum mendapat pembiayaan (pinjaman), pembacaan ikrar secara rutin dalam pertemuan kelompok, skim pinjaman mingguan dan pengembangan model kelompok masyarakat yang menerapkan mekanisme pertemuan rutin mingguan dan tanggung renteng antar anggota kelompok (model grameen).
Pembelajaran positif dari pelaksanaan model PDB, PPMK dan Pilot Keuangan Mikro Syariah pada program ICDD menjadi konsep pengembangan keuangan mikro pada Program KOTAKU yang lebih terintegrasi dan sesuai kebutuhan masyarakat (baik untuk usaha maupun non usaha) serta dapat memperluas akses dan pilihan masyarakat terhadap layanan keuangan mikro dengan sistem konvensional atau syariah.
(b) Kegiatan Digital Financial Services (DFS)
Kegiatan layanan keuangan mikro yang dilaksanakan di tingkat masyarakat masih menggunakan model transaksional antara petugas UPK dengan anggota KSM, sehingga dari sisi waktu dan prosesnya pun cukup lama, oleh karena itu perlu mengembangkan konsep yang dapat mempermudah transaksi dan layanan bagi masyarakat mengikuti perkembangan era digital. Untuk mendukung hal tersebut Program KOTAKU akan menginisiasi konsep dan strategi Digital Financial Services (DFS) yang dapat diterapkan di masyarakat.
DFS adalah layanan finansial atau perbankan yang dapat dinikmati secara digital oleh masyarakat dalam rangka keuangan inklusif untuk mendekatkan layanan perbankan kepada masyarakat terutama di daerah pelosok dan mendorong masyarakat terutama anggota KSM untuk membuka tabungan dan melakukan transaksi dengan berbagai pihak.
(c) Federasi UPK
Dalam upaya meningkatkan kinerja dan memperluas akses layanan keuangan mikro bagi masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah, selain layanan keuangan mikro di level kelurahan yang dilakukan oleh UPK-BKM, Program KOTAKU juga menginisiasi dan mengembangkan layanan keuangan mikro di level kabupaten/kota melalui kegiatan Pilot Federasi Unit Pengelola Keuangan (Federasi UPK) di kab/kota terpilih.
Federasi UPK adalah suatu konsep kelembagaan dan pelayanan yang mensinergikan UPK-UPK untuk lebih efisien dan memberdayakan. Dengan adanya Federasi UPK, maka beberapa fungsi yang seharusnya ada di tingkat kelurahan (UPK) dilakukan kantor Federasi yang ada di tingkat Kota sehingga lebih efisien.